Senin, 04 Oktober 2010

5 Versi Utama Peristiwa G30S

September 29, 2010 | |
Hingga kini siapa dalang di balik peristiwa Gerakan 30 September (G30S) masih diselimuti mendung tebal. Namun, peristiwa coup d’etat yang disertai penculikan 6 jenderal Angkatan Darat (AD) itu tetap menggugah untuk diperdebatkan dan dicari kebenarannya. Sejarah memang tidak mengenal kata akhir, kata sejarawan Cornell University, Amerika Serikat (AS), Dominick LaCapra.
Pasca jatuhnya orde baru, versi tunggal milik pemerintah, yang menyatakan PKI sebagai dalang G30S, digugat (tapi kini akronim “G30S/PKI” diwajibkan kembali dalam buku pelajaran sejarah SMP-SMA). Sejak saat itu, tinjauan sejarah terhadap peristiwa kelabu tersebut kembali mendapat ‘angin surga’. Berbagai fakta baru tertungkap dan sejumlah versi pun bermunculan.
Namun, setidaknya ada 5 versi mainstream yang tetap bertahan mengenai peristiwa yang berbuntut pada pembantaian sekitar 500 ribu simpatisan PKI–paling tragis di Jawa dan Bali–hingga 1967 itu. Versi lain sebenarnya cukup bertebaran, tapi umumnya merupakan sempalan dari kelima analisa pokok tersebut.
Pembakaran Atribut PKI (Foto Sutarto/ISSI)
Pembakaran Atribut PKI (Foto Sutarto/ISSI)
Versi pertama adalah versi AD, yang didukung oleh pemerintah otoriter Soeharto. Tahun 1994, sekretariat negara menerbitkan buku putih berjudul “Gerakan 30 September, Pemberontakan Partai Komunis Indonesia, Latar Belakang, Aksi, dan Penumpasannya”. Secara jelas, buku tersebut menuduh bahwa PKI-lah yang menjadi pelaku kup. Versi ini menjadi “the final and the whole truth” serta haram untuk dibantah selama puluhan tahun.
Namun, sejarawan LIPI Asvi Warman Adam mencatat, kalau buku putih itu dibaca dengan seksama, akan diperoleh kesimpulan yang tentu tidak diharapkan oleh pembuatnya. Terdapat indeks nama sebanyak 306 orang tokoh dalam buku itu. Presiden Soekarno disebut 128 kali, dua tokoh PKI (Aidit dan Syam, 77 kali), dan dua kubu perwira ABRI (107 kali).
“Dalam ‘indeks kata penting’, tiga kata yang paling sering muncul adalah 1) Gerakan Tiga Puluh September, 2) Dewan Revolusi, 3) Dewan Jenderal. Sedangkan kata ‘PKI’ hanya disebut dua kali. Jadi, buku ini berbicara lebih tentang tokoh PKI (atau menurut istilah Orde Baru, oknum), yaitu Aidit dan Syam, ketimbang mengenai PKI sebagai sebuah organisasi sosial-politik,” kata Asvi (Majalah TEMPO edisi 2-8 Oktober 2000).
Buku Putih G30S/PKI (Foto: Istimewa)
Buku Putih G30S/PKI (Foto: Istimewa)
Versi kedua datang dari kolega LaCapra, B.R.O.G Anderson dan Ruth McVey. Tahun 1966, dua Indonesianis terkemuka itu menerbitkan tulisan berjudul “A Preliminary Analysis of The October 1, 1965: Coup in Indonesia,”. Tulisan yang lebih dikenal dengan sebutan “Cornell Paper” itu menyatakan bahwa PKI tidak memainkan peran sama sekali dalam kup. PKI tidak mempunyai motif apa pun untuk melakukan kudeta, karena partai pimpinan Aidit ini telah menikmati keuntungan yang besar di bawah pemerintah Soekarno.
Kup yang dilakukan sangat cepat itu adalah murni persoalan internal AD. Kudeta gagal tersebut, kata Anderson dan McVey, dipicu oleh kesenjangan yang dirasakan oleh beberapa kolonel divisi Diponegoro, Semarang. Kolonel seperti Untung, Supardjo, serta Latief kecewa atas kepemimpinan AD di pusat yang dianggap tercemar oleh gemerlap kehidupan Jakarta serta lemah sikap anti-komunisnya. Ketiganya lalu melancarkan pemberontakan.
Versi ketiga adalah kesimpulan dari John Hughes dan Antonie C Dake. Hughes melalui bukunya “The End of Soekarno” (1967) berpendapat bahwa Presiden Soekarno lah yang bertanggung jawab atas semua rangkaian peristiwa kelam itu. Menurutnya, tindakan Untung menciptakan G30S adalah atas dasar restu dari Soekarno. Sedangkan Dake dalam bukunya “Soekarno File, Berkas-berkas Soekarno 1965-1967, Kronologi Suatu Keruntuhan” mengatakan bahwa mastermind dari G30S adalah Soekarno. Tulisan Dake yang muncul sekitar tahun 2006 lalu ini mendapat reaksi cukup keras dari keluarga Soekarno.
Presiden Soekarno (Foto: istimewa)
Presiden Soekarno (Foto: istimewa)
Guru Besar Universitas Amsterdam, Wertheim, punya pandangan lain mengenai G30S yang kemudian menjadi versi keempat. Ia mengatakan, kuat dugaan bahwa Soeharto berada di balik kup tersebut. Hal itu didasari oleh pertanyaan simpel, mengapa Soeharto tidak menjadi target penculikan? Soeharto, yang juga berasal dari Kodam Diponegoro, tidak puas dengan kepemimpinan AD di bawah Ahmad Yani yang lemah terhadap PKI. Hal keterlibatan Soeharto ini juga didukung oleh kedekatannya dengan pemimpin gerakan, Latief. Latief diketahui menjenguk anaknya, Tommy Soeharto, yang sedang sakit sebelum terjadinya kup.
Versi terakhir dikembangkan oleh Peter Dale Scott. Ia mensinyalir keterlibatan pihak asing, khususnya AS melalui Central Intelligence Agency (CIA). Scott berusaha menarik hubungan antara kepentingan CIA dengan penggulingan Soekarno serta kedekatan badan intelijen AS tersebut dengan AD pada waktu itu. Menurutnya, Gestapu, respons yang ditunjukkan Seharto dengan mengambil alih keadaan, serta pertumpahan darah, adalah skenario AD untuk merebut kekuasaan. Soeharto dikatakannya bermuka dua, seolah-olah memihak status quo, namun sebenarnya punya rencana untuk menumbangkan Soekarno.
Soeharto (kanan) dan Soekarno
Soeharto (kanan) dan Soekarno
Hampir seluruh penelitian maupun kesaksian dari pelaku yang diterbitkan belakangan ini memiliki kecenderungan satu dari 5 tesis di atas. Entah sampai kapan misteri peristiwa yang menjadi pertanda beralihnya rezim Soekarno ke Soeharto itu akan terbuka secara utuh, sehingga tidak ada lagi pertanyaan yang muncul. Akan tetapi sejarah memang akan terus hidup, karena ia adalah dialog antara masa lalu dan masa kini.
sumber : http://kageri.blogdetik.com/2010/09/29/5-versi-utama-peristiwa-g30s/comment-page-1/#comment-1461

Tidak ada komentar:

Posting Komentar